Jauh di atas ekspektasi mayoritas analis yang memproyeksikan di bawah 5%.
Bahkan David Sumual, Kepala Ekonom BCA, mengaku terkejut karena sebelumnya ia memperkirakan pertumbuhan hanya akan berkisar di 4,69%–4,81%. Alasannya? Karena tekanan konsumsi masyarakat dan kinerja sektor manufaktur yang dianggap belum sepenuhnya pulih.
“Nggak ada yang prediksi bisa tembus 5%, apalagi sampai 5,12%,” ujar David.
Apa yang Dorong Pertumbuhan Ini?
Menurut BPS, pendorong utama lonjakan pertumbuhan ini berasal dari:
- Investasi (PMTB) yang tumbuh 6,99% – tertinggi sejak Q2-2021
- Manufaktur tumbuh 5,68% – angka yang tidak biasa, mengingat dalam dua tahun terakhir hanya di kisaran 4%
Faisal Rachman dari Permata Bank dan Hosianna Situmorang dari Danamon juga menyebut angka ini jauh melebihi proyeksi pasar. Bahkan beberapa ekonom mulai mempertanyakan, “apakah ini benar-benar cerminan kondisi riil?”
Data yang Kontradiktif?
Bhima Yudhistira dari CELIOS mengangkat isu yang cukup penting: angka pertumbuhan industri pengolahan dinilai tidak sinkron dengan data PMI Manufaktur.
- PMI Indonesia untuk Juli 2025 berada di 49,2 (zona kontraksi)
- Ini adalah bulan ke-4 berturut-turut PMI berada di bawah ambang ekspansi (50,0)
- Artinya, pelaku industri masih menghadapi tekanan permintaan dan produksi
“Pertumbuhan sektor manufaktur terlihat janggal jika dibandingkan dengan data PMI,” ujar Bhima.
Pertumbuhan Impresif, Tapi…
M. Rizal Taufikurahman dari INDEF memberikan catatan penting: meski angka 5,12% terlihat solid, itu belum mencerminkan perbaikan struktural.
Menurutnya, pendorong pertumbuhan masih berasal dari
- Impor yang melonjak 11,65%
- Konsumsi rumah tangga & investasi tetap
- Bukan dari ekspor bersih atau efisiensi belanja pemerintah (bahkan konsumsi pemerintah tumbuh negatif -0,33%)
“Ini pertumbuhan yang terlihat kuat, tapi masih didorong oleh siklus musiman seperti Lebaran, bukan oleh lonjakan produktivitas,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang menarik di headline, tapi jangan langsung terlena. Di balik angka besar, ada struktur ekonomi yang masih sangat bergantung pada konsumsi dan impor. Kalau fondasi produktivitas dan ekspor belum kuat, pertumbuhan seperti ini bisa jadi rapuh dan tidak berkelanjutan.